MAKNA DAN NILAI BUDAYA TAPIS INUH PADA MASYARAKAT PESISIR DI LAMPUNG SELATAN

Hary Ganjar Budiman

Abstract


Abstrak

Penelitian ini berjudul Makna dan Nilai Budaya Tapis Inuh pada Masyarakat Pesisir di Lampung Selatan. Inuh merupakan salah satu jenis Tapis yang berkembang di tengah masyarakat beradat Sai Batin, umumnya tinggal di pesisir Lampung. Inuh dibuat dengan bahan benang sutera yang pewarnaannya menggunakan teknik celup tradisional. Pembuatan Inuh dilakukan dengan teknik tenun ikat, yaitu kain yang proses pembentukan motifnya dilakukan melalui pengikatan benang-benang. Inuh menarik untuk dikaji karena motif dan ragam hias di dalamnya menggambarkan cara pandang masyarakat pesisir terhadap lingkungannya, yang berbeda dengan masyarakat di pedalaman (beradat Pepadun). Penelitian ini difokuskan untuk menjawab apa dan bagaimana makna yang tersirat dari motif dan ragam hias yang terdapat pada Inuh, juga untuk mengetahui bagaimana penggunaan serta nilai-nilai budaya yang tekandung di dalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan konsep kebudayaan fisik dan nilai budaya. Ciri khas Inuh terlihat dari motifnya yang bernuansa laut. Tapis Inuh yang dibuat secara tradisional, dewasa ini sangat sulit ditemukan karena pewarisannya tidak sembarangan. Bagi masyarakat pesisir Lampung, Inuh merepresentasikan status sosial. Semakin tinggi tingkat kerumitan Inuh, semakin tinggi status sosial pemakainya. Dilihat dari pembuatannya, Inuh mengandung nilai-nilai keuletan, kerja keras, kecermatan, dan penghargaan terhadap kaum wanita.

Abstract
This research entitled The Meaning and Cultural Values of Tapis Inuh in South Lampung Coastal Communities. Inuh is one kind of tapis that evolved in Sai Batin society. Inuh is made from silk material which colored by traditional dye techniques and the motif by weaving techniques. Inuh is an interesting subject, because the motif represents Coastal Communities way of life, which is different from rural communities in Lampung. This research focused to answer the implicit meaning of Inuh’s motif, also to know how Inuh used in Sai Batin society and its cultural values. This research used qualitative method with descriptive analytical approach and concept of physical culture and culture value. Inuh’s characteristic can be seen from a nautical motif. Nowadays Tapis Inuh, which made traditionally, is hard to find because its inheritance not given arbitrary. In Lampung Coastal Communities, Inuh represent social status. The more complex isInuh’s motif, the more high social status it represent. In terms of making Inuh, it contained of perseverance, hard work, and frugality values, also reflected of respect for women.


Keywords


Inuh, Sai Batin, pesisir Lampung, ragam hias, tenun ikat, Inuh, Sai Batin, Coastal Lampung, ornament, ikat.

Full Text:

PDF

References


DAFTAR SUMBER

Buku

Daeng, Hans J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Firmansyah, Junaidi. et al. 1996. Mengenal Sulaman Tapis Lampung. Bandar Lampung: Gunung Pesagi. Holmgren, Robert J. dan Anita E. Spertus. 1989. Early Indonesian Textiles from Three Island Cultures: Sumba Toraja Lampung. Metropolitan Museum of Art. Intani, Ria. 2006. Tapis Lampung. Laporan Perekaman BPSNT Bandung. Bandung. Kartiwa, Suwati. Tanpa tahun. Kain Kapal atau Pelepai dan Kain Tampan Khasanah Langka dari Lampung. Koentjaraningrat. 1985. Metode–metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Laskito, Oki. et al. 1997/1998. Kain Tenun Tradisional Koleksi Museum Negeri Provinsi Lampung “Ruwa Jurai”. Lampung: Depdikbud. ——. 1998/1999. Koleksi dan Tata Pameran Lantai II Museum Negeri Provinsi Lampung ―Ruwa Jurai‖. Lampung: Depdikbud. Totton, Mary Louise. 2009. Wearing Wealth and Styling Identity: Tapis from Lampung, South Sumatera, Indonesia. New Hampshire: University Press of New England Hanover Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Pestaka Pelajar.

Majalah

Gema Industri Kecil edisi XXII/Juni 2008

Informan

Zulkifli Yusbir (48 tahun). Kolektor barang antic dan pengusaha kain. Wawancara. Bandar Lampung, 30 Oktober 2012 Kherustika, Zuraida (53 tahun). Kepala Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung, 26 November 2012.




DOI: http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v5i3.116

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.


Patanjala Indexed by :

patanjala google schoolar 

ISSN: 2085-9937 (print)
ISSN: 2598-1242 (online)

 

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Image and video hosting by TinyPicCreative Commons License