GAYA HIDUP ELITE MINANGKABAU DI AFDEELING AGAM (1837-1942)

Dwi Vina Lestari, Nina Herlina Lubis, R.M. Mulyadi

Abstract


Elite Minangkabau di Afdeeling Agam mengalami perubahan, baik meliputi status, kekuasaan, maupun sumber penghasilan. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan  ditetapkannya kebijakan politik Pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat (1837-1942). Untuk menjabarkan persoalan tersebut diperlukan kajian historis menggunakan metode sejarah, terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Selain itu, untuk menghasikan karya yang bersifat analitis, dilakukan pendekatan  ilmu antropologi dan sosiologi politik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, gaya hidup elite Minangkabau di Afdeeling Agam pada 1837-1942 tidak mengalami perubahan seutuhnya, melainkan terjadi akulturasi budaya asli Minangkabau dengan budaya Barat. Umumnya, gaya hidup elite tradisional Minangkabau yang menduduki jabatan kolonial mencerminkan statusnya sebagai pegawai pemerintah dan pemimpin sukunya masing-masing, sedangkan gaya hidup elite intelektual lebih banyak menyerap budaya Barat. Meskipun demikian, baik elite tradisional maupun elite intelektual  tetap menunjukkan cirinya sebagai orang Minangkabau, dapat diperhatikan dari agama dan tradisi adat yang tetap dilakukan hingga saat ini.

 

Minangkabau Elite in Afdeeling Agam has been changed, including status, power, and income sources. It coincided with the enactment of the Dutch East Indies government policy in West Sumatra (1837-1942). To describe these issues, it needs historical study by using the historical method; it consists of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. In addition, to generate the analytical work, the writer does anthropology and political sociology approach. Based on the research, Minangkabau elite lifestyle in Afdeeling Agam in 1837-1942 did not change completely, but there were an acculturation between native Minangkabau and Western culture. Generally, the traditional Minangkabau elite lifestyle which has colonial positions reflected its status as government officials and leaders of their own people. Meanwhile, the intellectual elite lifestyle absorbed Western culture. Nonetheless, both the traditional elite and intellectual elite continued to show the character as the Minangkabau, it can be considered from the religious and customary traditions which are still being done until today.

 


Keywords


Minangkabau Traditional elite, intellectual elite, afdeeling Agam.

Full Text:

PDF

References


DAFTAR SUMBER

Arsip dan Dokumen Tercetak

Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie.

-1942. Eerste Gedeelte. Batavia: Landsdrukkerij.

Volkstelling 1930; deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra. 1935. Batavia: Departement van Economische Zaken.

Disertasi

Manan, Imran. 1984.

A Traditional Elite in Continuity and Change; The Chief of the Matrilineal Lineages of the Minangkabau of West Sumatra, Indonesia. Thesis Doctor of Philosophy. University of lllinois at Urban Champaign.

Buku

Asnan, Gusti. 2003.

Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau.

_____. 2006.

Pemerintahan Sumatera Barat dari VOC hingga Reformasi. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Amran, Rusli. 1986.

Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.

Azmi. 1982.

Abdul Muis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Bottomore, T.B. 2006.

Elite dan Masyarakat. Terj. Jakarta: Akbar Tandjung Institute.

Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 1. 1988.

Jakarta: Cipta Adi Pustaka.

Etek, Azizah; Mursyid; dan Arfan. 2007.

Koto Gadang Masa Kolonial. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.

_______. 2008.

Kelah Sang Demang Jahja Datoek Kajo; Pidato Otokritik di Volksraad 1927-1939. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.

Friederich, R. 1908.

Gedenkboek samengesteld bij gelegenheid van het 35jaring bestaan der Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers te Fort de Kock. Arnheim: Threme.

Gottschalk, Louis. 2008.

Mengerti Sejarah. Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press.

Graaf, S.de dan Stibbe, D.G (ed). 1919.

Encyclopaedie van Nederlandsch Indie. ‘s.Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Graves, Elizabeth E. 2007.

Asal Usul Elite Minangkabau Modern; Respon terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Terj. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hadler, Jeffrey. 2008.

Sengketa Tiada Putus; Matriarkat, Reformisme Islam, dan Kolonialisme di Minangkabau. Terj. Jakarta: Freedom Institute.

Hatta, Mohammad. 1982.

Mohammad Hatta; Memoir. Jakarta: Tintamas Indonesia.

Herlina, Nina. 2008.

Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.

Josselin, de Jong P.E. 1975.

Social Organization of Minangkabau. Leiden: University of Leiden.

Joustra, M. 1923.

Minangkabau Overzicht van Land, Geschiedenis en Volk. Martinis Nijhoff ‘S-Gravenhage.

Junus. 1999.

“Kebudayaan Minangkabau”, dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. 1999. Jakarta: Djambatan. Hlm. 248-265.

Kartodirdjo, Sartono; A.Sudewo; dan Suhardjo Hatmosuprobo. 1993.

Perkembangan Peradapan Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kuntowijoyo. 2013.

Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kato, Tsuyoshi. 2005.

Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. Terj. Jakarta: Balai Pustaka.

Lubis, Nina H. 1998.

Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda.

Mansoer, M.D.; Amrin Imran; Mardanas Safwan; Asmaniar Z. Idris; dan Sidi I. Buchari. 1970.

Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara.

Mrazek, Rudolf. 1996.

Sjahrir; Politik dan Pengasingan di Indonesia. Terj. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Navis, A.A. 1986.

Alam Terkembang Jadi Guru; Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Temprint.

Oktavianus dan Ike Rivita. 2013.

Kesantunan dalam Bahasa Minangkabau. Padang: Minangkabau Press.

Panitia Buku Peringatan. 1984.

Seratus Tahun Haji Agus Salim. Jakarta: Sinar Harapan.

Reid, Anthony. 2012.

Sumatera; Revolusi dan Elite Tradisional. Jakarta: Komunitas Bambu.

Sjarifoedin, Amir. 2011.

Minangkabau; dari Dinasti Iskandar Zulkarnain sampai Tuanku Imam Bonjol. Jakarta: Gria Media Prima.

Zulqayyim. 2006.

Boekittinggi Tempo Doeloe. Padang: Andalas University Press.

Surat Kabar dan Artikel

“Baso (Tjaro) Minangkabau”. Soeloeh Agam, Mei 1934, No 5, hlm 1-2.

Boomgaard, S.

“Het Adathuis In Minangkabau”, Onze Aarde Geillustreerd Maandschrift. 1929, hlm. 22-28.

Joustra, M.

“De Minangkabausche Maleiers; Naar gegevens van Amaroellag Galar Soetan Mangkoeto Bewerkt”. In de Volken van Nederlandsch-Indie, 1920, hlm. 151-176.

“Kermaian Berchatam Koeran”. Pandji Poestaka, 12 Februari 1926, No. 12, Tahun IV, hlm. 263.

“Kesenian (Kunst dan Cultuur) Minangkabau; Tari-Pentjak-Silat Jang Asli”. Oetoesan Minangkabau; Sasaran Penghoeloe, Medan Ra’jat, 20 Februari 1939. No. 3. Tahun 1, hlm. 38.

Mansveld, G.

“Namen en Galars Onder de Maleijer in de Padangsche Bovenlanden; bepaaldelijk in Noordelijk Agam”. Tijdschrift Bataviaasch Genootschap, 1876. hlm. 442-457.

“Oetoesan Orang Minangkabau”. Bintang Hindia, 1 Juni 1907, No. 4. Tahun V1, hlm. 38-39.

Steinmetz, H.E.

“Inlandsche Onderwijs van Overheidswege in de Padangsche Bovenlanden voor 1850”. BKI No.64 Tahun 1924, hlm. 301-312.

Internet

“Minangkabau vrouwen uit Koto Gadang” diakses dari media-kitlv.nl (kode foto 75252), Tanggal 31 Agustus 2016, Pukul 10.45 WIB.




DOI: http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v9i1.345

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.


Patanjala Indexed by :

patanjala google schoolar 

ISSN: 2085-9937 (print)
ISSN: 2598-1242 (online)

 

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Image and video hosting by TinyPicCreative Commons License