PERKAWINAN POLITIK DAN INTEGRASI DI SULAWESI SELATAN ABAD XVII-XVIII

Risma widiawati

Abstract


Abstrak

Pasca perjanjian Bungaya 1667, perkawinan politik digunakan sebagai salah satu strategi dalam membangun kekuatan. Strategi ini bukanlah hal baru dalam sejarah panjang Sulawesi Selatan. Sejak dahulu strategi ini juga dilakukan, oleh para bangsawan Bugis-Makassar yang berhasil menanamkan kekuasaan di wilayah lain. Namun demikian, perkawinan politik yang terjadi pasca Perjanjian Bungaya adalah perkawinan politik yang dilakukan antara kerajaan yang bertujuan membina ikatan kekerabatan yang luas untuk akhirnya membangun kebersamaan dalam rangka membangun kekuatan. Perkawinan politik tidak saja terjadi antara dua insan dari keluarga jauh, tetapi juga dilakukan antara dua insan yang masih memiliki hubungan keluarga dekat, yaitu sepupu satu kali, dua kali dan sepupu tiga kali.Strategi ini ditempuh karena perkawinan bagi orang Bugis-Makassar, bermakna saling mengambil satu sama lain. Perkawinan tidak melibatkan laki-laki dan perempuan yang kawin saja, melainkan kerabat kedua belah pihak dengan tujuan memperbaharui dan memperkuat hubungan keduanya. Perkawinan politik akhirnya membuahkan hasil dengan terjadinya integrasi di Sulawesi Selatan.Tulisan ini disajikan secara deskriptif analitis dengan menggunakan 4 (empat) tahap penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya.

 

Abstract

After the Treaty of Bongaya in 1667, political marriage used as strategic to build power. This strategy is not new in the long history of South Sulawesi. Political Marriage has been done long ago by the Bugis-Makasar nobles. This strategy made the nobles succeed to instill power in other areas. However, political marriages, which occurred after the Treaty of Bongaya, were marriages that carried out by two kingdoms. The purpose of those marriages is to build extensive kinship and power. Political marriage does not just happen between two people from different family, but also done by two people from the same kinship. This strategy adopted because in Bugis-Makasar perspective, marriage means taking each other. Marriage does not just involve men and women who marry, but also involve relatives both sides with purpose to renew and strengthen their relationship. Through a political marriage, South Sulawesi can be unified. This research used historical method, which consist of four phases: heuristics, critics, interpretation, and historiography.


Keywords


perkawinan politik, kekuasaan dan integrasi, political marriage, power, integration.

Full Text:

PDF

References


DAFTAR SUMBER

Manuskrip

Lontarak Akkarungnge Bone (Koleksi Museum La Pawawoi). Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok (naskah Makassar). (Ujungpandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo, 1986/1987). Lontarak Catatan Harian Raja Bone. La Temmasonge‟ Toappaweling Matinroe ri Mallimongeng. Lontarak Silsilah Kerajaan Suppa Hubungannya dengan Kerajaan Tellum Boccoe. (Koleksi Yayasan Mappatuju, Makassar). Kerajaan Tanete dan Hubungannya dengan Kerajaan Tellum Boccoe. (Koleksi Yayasan Mappatuju, Makassar).

Buku Abdullah,Taufik. 2005. Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta: UGM Press. Andaya, Leonard Y. 2004. Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17, Makassar: Ininnawa. Padindang, Ajiep (Peny.). 2007. Catatan Harian Raja Bone XXII, La Temmassongeng, Makassar: La Macca Press. Mappangara, Suriadi. 2010. Kerajaan dan Bangsawan Bone di Tengah Perubahan Rezim (1811-1946). Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya.

Internet Husni, Ahmad. 2011. Pernikahan Politik dengan Nuansa Politik. Jakarta: http://m.okezone.com/, diunduh tanggal 10 Juni 2012. Nu‟ad, Ismatillah. 2011. Politik Besan Cikeas. Jakarta: http://artikelmedia.blogspot.com/, diunduh tanggal 11 Juni 2012.




DOI: http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v5i3.79

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.


Patanjala Indexed by :

patanjala google schoolar 

ISSN: 2085-9937 (print)
ISSN: 2598-1242 (online)

 

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Image and video hosting by TinyPicCreative Commons License