KOPI DI PRIANGAN ABAD XVIII-XIX

Lasmiyati Lasmiyati

Abstract


Abstrak

Sejak 20 Juli 1818 Keresidenan Priangan terdiri atas Cianjur,  Bandung, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura. Daerah tersebut sebagai penghasil kopi.   Kopi pada saat itu merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa, sehingga memicu  VOC untuk memasok kopi dari pegunungan Priangan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa biji kopi yang ditanam di Priangan dapat tumbuh subur, bahkan sewaktu Cianjur dijabat oleh Wiratanu III dapat menyerahkan hasil tanaman kopi melebihi kabupaten lainnya. Selama kopi dalam pengawasan VOC, harga di pasaran terus naik, namun di tingkat  petani harga kopi sangat rendah, akibatnya para  petani banyak yang  meninggalkan perkebunan. Ketika kekuasaan VOC digantikan oleh pemerintah Hindia Belanda, Daendels merangkul para bupati untuk bekerja sama dalam hal penanaman kopi.  Bupati dan bawahannya mendapatkan persentasi dari penanaman kopi tersebut, namun sayang penduduknya dipekerjakan untuk membangun infrastruktur tanpa imbalan, rakyat pun banyak yang mati kelaparan. Masa pemerintahan Van der Cappelen, penanaman  kopi     di Priangan mengalami penurunan  seiring dengan wabah penyakit yang melanda Keresidenan Priangan. Pada masa kepemimpinan Van den Bosch, penanaman kopi  dipadukan dengan tanaman lainnya, seperti kapas,sutera, dan lain-lain. Meskipun kopi di pasaran dunia terus naik, namun penanaman kopi tidak membuahkan hasil yang maksimal.  

Abstrak

Sejak 20 Juli 1818 Keresidenan Priangan terdiri atas Cianjur,  Bandung, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura. Daerah tersebut sebagai penghasil kopi.   Kopi pada saat itu merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa, sehingga memicu  VOC untuk memasok kopi dari pegunungan Priangan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa biji kopi yang ditanam di Priangan dapat tumbuh subur, bahkan sewaktu Cianjur dijabat oleh Wiratanu III dapat menyerahkan hasil tanaman kopi melebihi kabupaten lainnya. Selama kopi dalam pengawasan VOC, harga di pasaran terus naik, namun di tingkat  petani harga kopi sangat rendah, akibatnya para  petani banyak yang  meninggalkan perkebunan. Ketika kekuasaan VOC digantikan oleh pemerintah Hindia Belanda, Daendels merangkul para bupati untuk bekerja sama dalam hal penanaman kopi.  Bupati dan bawahannya mendapatkan persentasi dari penanaman kopi tersebut, namun sayang penduduknya dipekerjakan untuk membangun infrastruktur tanpa imbalan, rakyat pun banyak yang mati kelaparan. Masa pemerintahan Van der Cappelen, penanaman  kopi     di Priangan mengalami penurunan  seiring dengan wabah penyakit yang melanda Keresidenan Priangan. Pada masa kepemimpinan Van den Bosch, penanaman kopi  dipadukan dengan tanaman lainnya, seperti kapas,sutera, dan lain-lain. Meskipun kopi di pasaran dunia terus naik, namun penanaman kopi tidak membuahkan hasil yang maksimal.  

 

Abstract

In the 20th century, Priangan territory; Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan (Garut), Sukapura (Tasiklamalaya), and Ciamis was known as the region producer of coffee. Coffee at that time was a commodity that needed by the Europeans, thus triggering the VOC to come to Priangan mountains. This study uses a heuristic method to the stage of history, criticism, interpretation, and historiography. It was obtained an information from the result of this research that the coffee beans which is grown in Priangan can flourish easily. When Cianjur was held by Wiratanu III, Cianjur be able to deliver the coffee plant exceedeed other districts. During the coffee was  in VOC controled, market prices continued to rise, but at the farm level the price was very low, as the result many farmers left plantations. When the power of VOC was replaced by the Dutch, Daendels approached the regents to work together on coffee growing.  The Regent and his subordinates would get benefit of the coffee growing, but unfortunately the population was employed to build infrastructure without reward hence too many people were dying of hunger. In the reign of Van der Cappelen, the coffee cultivation in Priangan decreased since the disease outbreaks that hit Priangan Residen. During the reign of Van den Bosch, the coffee plantation was combined with other crops, such as cotton, silk, and others. Although coffee in the world market continued to rise, but the cultivation of coffee does not produce maximum results.


Keywords


Priangan, kopi abad 18-19, Priangan, Coffe, Planting Forced.

Full Text:

PDF

References


A. Jurnal, Makalah, Laporan Penelitian

Lasmiyati, Euis Thresnawaty, Endang Nurhuda, Adeng, Herry Wiryono, Heru Erwantoro, Iwan Roswandi, M. Halwi Dahlan. “Sejarah Kota Cianjur (1800-1945)” dalam Jurnal Penelitian Edisi 27/Desember 2002. Hlm. 108-162.

Dienaputra, D. Reiza., Drs. M.Hum., Agusmanon Yuniadi, “Perubahan Sosial Politik di Cianjur (1916-1942)”, dalam Laporan Penelitian Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Ekadjati, Edi S, Dr., “Historiografi Priangan”, Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, 1991.

Warjita, “Lintasan Sejarah Garut dari Masa ke Masa”, dalam Makalah Seminar Sejarah Garut. Garut: 18-19 Maret 2009.

Yogaswara, Yoyo, “Kopi di Daerah Priangan” Makalah Kursus Sejarah, 1991.

B. BUKU

Badan Pengembangan Informasi Daerah Kabupaten Bandung, 2003.

Sejarah kabupaten Bandung, Konsentrasi Kajian Kabupaten Bandung Dalam Perspektif Sejarah. Badung: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran.

Breman, Jan, 2014.

Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa, Sistem Perdagangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Dienaputera, Reiza, 2000.

Cianjur, dalam Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat. Bandung: Alqaprint.

Ekadjati, Edi S. et al., 1992.

Sejarah Pemerintahan Jawa Barat. Kerjasama UNPAD dan Pemprov Jawa Barat, tidak diterbitkan.

------------------------., 1993.

Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Pemprov Daerah Tk I Jawa Barat, tidak diterbitkan.

Falah, Miftahul, 2010.

Sejarah Kota Tasikmalaya (1820-1942). Bandung: Uga Tatar Sunda dan Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat

Kartodirdjo, Sartono, 1992.

Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kunto, Haryoto, 2008.

Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung: Granesia.

Kuntowijoyo. 2003.

Metodologi Sejarah, edisi kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kutoyo Sutrisno, Soewadji Sjafei, Boedi Soesilo Poerwo, Sukirman Dharmmaulya, Masykuri, Suhartinah Sudiyono, Sri Sutjianingsih, 1986.

Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia. Jakarta: Proyek IDSN, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Depdikbud.

Lubis, Nina Herlina, 2008.

Sejarah Sumedang dari Masa ke Masa. Sumedang: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Sumedang.

Salam, Muhajir (Pemimpin Umum), 2014.

Dinamika Perekonomian Tasikmalaya pada Era Kolonial, Historia Soekapoera, Vol. 1 No. 2. Tasikmalaya: Historia Institute.

Suriadiningrat, Bayu, 1982.

Sajarah Cianjur Sareng Raden Aria Wiratanu Dalem Cikundul Cianjur. Jakarta: Rukun Warga Cianjur.

--------, 1982.

Mengenal Kabupaten Daerah Tingkat II Cianjur, Memperingati Hari Jadi Cianjur ke-306 (1677-1983). Pemda Kabupaten Daerah Tingkat II Cianjur.

………………………., 1985.

Pustaka Kabupatian I Bhumi Limbangan Dong Garut. Tidak diterbitkan.

C. Internet

Muhsin, Mumuh Z, dalam “Terbentuknya Keresidenan Priangan”, diakses dari www. pustaka unpad.ac.id, tanggal 20 Maret 2008, jam. 13.48..




DOI: http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v7i2.94

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.


Patanjala Indexed by :

patanjala google schoolar 

ISSN: 2085-9937 (print)
ISSN: 2598-1242 (online)

 

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Image and video hosting by TinyPicCreative Commons License