BIOSKOP KELILING PERANANNYA DALAM MEMASYARAKATKAN FILM NASIONAL DARI MASA KE MASA

Heru Erwantoro

Abstract


Abstrak

Film masuk ke Hindia Belanda untuk pertama kalinya pada tanggal 5 Desember 1900 dalam format bioskop keliling. Bioskop keliling ternyata mampu eksis dari masa ke masa karena ada faktor yang mendukung keberadaannya. Melalui pendekatan historis, penelitian ini mencoba untuk menelusuri perjalanan bioskop keliling dari masa ke masa dan peranannya dalam perfilman nasional. Penelitian ini memiliki arti yang signifikan bagi perkembangan perfilman nasional. Dari penelitian ini terungkap bahwa: (1) eksistensi bioskop keliling ditentukan oleh motif ekonomi dan motif politik. Secara ekonomis, bioskop keliling menjual jasa pemutaran film langsung ke konsumennya secara massal dan murah, namun tetap menjanjikan keuntungan secara finansial. Motif politik menjadikan film sebagai instrumen politik, namun demikian motif politik ini membuat eksistensi bioskop keliling semakin kokoh; (2) bioskop keliling merupakan mesin peredaran film nasional yang sangat efektif di dalam memasyarakatkan film nasional ke tengah-tengah masyarakat. Melalui bioskop keliling mimpi film nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri secara realistik dapat terwujud. Anggapan yang selama ini dipahami oleh kalangan perfilman bahwa menjadi tuan rumah di negeri sendiri hanya dapat dicapai dengan cara menguasai bioskop yang permanen, mewah dan yang berada di kota-kota berakibat mengubur potensi besar yang dimiliki bioskop keliling.

 

Abstract

The first time of movie come to the Dutch East Indie in December 5th 1990 on cinema circumference.  Cinema circumference exists from time to time since there are factors that support the existence.  Through historical approach, the research tries to browse the cinema trip around from time to time and its role in national film.  The research has a significant means in the developing of national film.  From the result, it can be seen that (1) the existences of cinema circumference decided by the economic motif and political motif.  Economically, cinema circumference sells the screening services directly to consumers in bulk and cheap, but still promising benefit financially. Political motives make the film as a political instrument; however it makes the existence of a political motive theater sturdy. (2) Cinema circumference is the main power of national film which is very effective in promoting national film to society.  Through national movie theaters, the dream to be a host on their own country can realistically be realized. The assumption, that hosts in their own country can only be achieved by means of holding a permanent cinema master, luxurious, and located in cities is burying large potential of circumference cinema.


Keywords


bioskop keliling, film nasional, mobile cinema, national movie

Full Text:

PDF

References


Buku

Ardan, S.M. 1984. Data Perbioskopan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pembinaan Film dan Rekaman Video, Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan PERFIN.

Biran, Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu dan Dewan Kesenian Jakarta.

Erwantoro, Heru. 1994. Sejarah Perfilman Indonesia Masa Kemerdekaan 1945-1994. Bandung: Departemen Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Irawanto, Budi, Novi Kurnia, dan Rahayu. 2004. Menguak Peta Perfilman Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM dan Fakultas Film dan Televisi IKJ.

Jauhari, Haris (ed.). 1992. Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Junaedi, Nanang. 1994. Bisnis Film di Indonesia: Studi Deskriptif tentang Proses Komunikasi Film dalam Konteks Dominasi Film Amerika di Indonesia. Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM

Kurasawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol. Alih bahasa oleh Hermawan Sulistyo. Jakarta: Gramedia.

Pane, Armijn. 1953. “Produksi Film Tjerita di Indonesia”. Indonesia. Th. IV. No. 1/2. Januari/Februari, hal 53.

Zainal et al. (Dewan Redaksi). 1993. Mengenal Bioskop Keliling Lebih Jauh. Jakarta: DPP PERFIKI.

Surat Kabar/Majalah

Doenia Film, edisi Djuli 1970.

Madjalah Ilmu dan Budaya. Th. IX. No.6. Maret 1987. Hal. 461.

Republika, 30 Maret 1994.

Internet

http://www.filmalternatif.org/?m=article.detail&id=18.

Dimas Jayasrana & Ardi Yunanto, Layar Tancep; Proyeksi sebuah Pesta. Diakses pada tanggal 10 Maret 2010, pada pukul 19.16.

http://www.filmalternatif.org/?m=news.detail&id=36 .

Diakses pada tanggal 10 Maret 2010, pukul 18.48.

http://www.filmalternatif.org/?m=news.detail&id=28

Diakses pada tanggal 10 Maret 2010, pukul 18.52.

http://www.itb.ac.id/news/1302.

Diakses pada tanggal 10 Maret 2010, pukul 18.27.

http://www.its.ac.id/berita.php?nomer=3181. Diakses pada tanggal 10 Maret 2010, pukul 1827.

http://laskarpelangithemovie.blogspot.com/2009/03/laskar-pelangi-akan-ditayangkan-di.html.

http://www.budpar.go.id/page.php?ic=512&id=1476.

Diakses pada tanggal 10 Maret 2010, pada pukul 19.01.




DOI: http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v6i2.200

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.


Patanjala Indexed by :

patanjala google schoolar 

ISSN: 2085-9937 (print)
ISSN: 2598-1242 (online)

 

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Image and video hosting by TinyPicCreative Commons License